Oleh : Ratna Ningtyastuti, Institute For Suistainable and Reform
Pada Januari 2010 Perpres mengenai Jembatan Selat Sunda (JSS) sudah terbit. Perpres itu mengatur tentang pembentukan tim teknis dan kelompok kerja yang berkaitan dengan teknis, teknologi yang digunakan, potensi gempa, dan sebagainya. Rencana pembangunan JSS merupakan rencana lama yang sudah digagas sejak tahun 1960-an oleh Prof Sedyatmo. Lalu rencana tersebut terhenti. Kemudian pada tahun 1997 Prof Wiratman Wangsadinata kembali menggulirkan ide dan mimpi besar ini. Namun saat ide itu muncul banyak pihak yang meragukan termasuk dari kalangan pemerintah sendiri.
Semenjak tahun 1997 telah dilakukan kajian dan prastudi untuk menghubungkan pelabuhan Merak di Banten dengan Pelabuhan Bekahuni di Lampung. Kajian tersebut diantaranya adalah yang dilakukan BPPT (1997, Soeharto) mengenai apakah dibangun jembatan atau terowongan untuk menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera. Pada masa Megawati kembali dilakukan kajian yang sama, apakah akan bangun jembatan atau terowongan Selat Sunda. Pada era pemerintahan SBY rencana ini muncul kembali. Namun, menurut Deputi Menko Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Bambang Susantono, pemerintah masih mengkaji apakah akan membuat jembatan atau terowongan.
Sehingga pada akhirnya investor Tomy Winata bersama pemda terkait telah menyelesaikan pra studi kelayakan proyek pembangunan JSS pada 13 Agustus 2009 dan telah diserahkan kepada pemerintah. Hasil pra studi kelayakan inilah yang banyak dijadikan rujukan pemerintah dalam memasukkan mega proyek JSS ke dalam buku Private Public Partnership (PPP). Hasil pra studi kelayakan menyebutkan bahwa JSS akan memerlukan dana lebih dari Rp 100 triliun dengan panjang 29 km ini, akan menjadi jembatan terpanjang di dunia. Diperlukan waktu 10 tahun dalam pengerjaannya. JSS terdiri atas jalur mobil, kereta api dan sepeda motor. JSS direncanakan mampu dilalui maksimum 160.000 kendaraan per hari.
Setelah Perpres terbit, paling tidak pembangunan fisik JSS diperkirakan akan dimulai pada pertengahan 2012 (“Proyek Fisik Jembatan Selat Sunda dimulai 2012”, www.jembatanselatsunda.com). Terlihat bahwa pemerintah nampaknya tidak antusias dalam menggarap proyek besar ini. Mimpi membangun landmark infrastruktur kelas dunia (JSS) ini memang mengalami pasang surut dan pro kontra yang cukup panjang. Namun, jika JSS dapat terealisasi, maka akan membawa dampak positif yang sangat besar pada bidang infrastruktur Indonesia.
Dampak positif realisasi dari JSS adalah sebagai berikut:
1) Memberikan dorongan yang sangat besar terhadap perkembangan daerah Sumatra, termasuk Pulau Jawa (penuturan ketua Apindo provinsi Lampung www.matanews.com)
2) Meringankan biaya perjalanan bagi pengguna jasa penyeberangan, terutama biaya transportasi angkutan barang.
3) Penghematan waktu tempuh Merak-Bakauheni. Hal ini menjadi solusi penumpukan kendaraan yang pernah terjadi pada Agustus 2007 (penumpukan kendaraan di Merak selama 10 hari), karena bertambahnya volume kendaraan yang menyeberang.
4) Arus barang berpindah menjadi lebih mudah dan efisien. Selain
5) Arus barang dari benua Australia, asia timur dan asia barat, dapat transit di pelabuhan yang dihubungkan JSS.
Ada hal lain yang hendaknya menjadi perhatian pemerintah jika JSS terealisasi, yaitu antara lain:
1) dampak langsung yang akan dirasakan oleh pelaku industri pelayaran yang menggantungkan usahanya pada transportasi laut yang menggunakan pelabuhan merak di banten dan juga pelabuhan bakahuni di lampung
2) Kesiapan daerah (Lampung) untuk menampung peningkatan arus manusia dan kendaraan tujuan Lampung atau tujuan daerah lainnya di Sumatera
3) Dana yang diperlukan untuk pengembangan kawasan disekitar jembatan, yakni sisi Banten dan Lampung
Hendaknya mega proyek JSS yang dicita-citakan ingin dibangun oleh anak bangsa ini telah matang pada pembahasannya. Sehingga tidak lagi kita dapati proyek-proyek besar gagal karena kurang matangnya program yang disusun oleh pemerintah.
Rekomendasi solusi:
1) Perlu dipikirkan oleh komisi V DPR tentang Pengalihan rute penyebrangan, penetapan tarif yang tidak lebih murah dari tarif kapal peyebrangan,dst.
2) Mempertimbangkan posisi load factor (rata-rata tingkat keterisian penumpang) pada pelayaran laut sekaligus transportasi darat (melalui JSS).
3) Kedepannya investor dan pemerintah bersama-sama memikirkan pengembangan kawasan-kawasan bisnis yang akan bermunculan disekitar wilayah JSS.
Semoga jadi nyata..
Amiiiiiiiiiiiiin..
Syukron for writing this one…