Oleh : Ratna Ningtyastuti, Institute For Suistainable and Reform
Pada tanggal 4 April 2010 yang lalu, KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menetapkan sembilan maskapai penerbangan bersalah karena telah melakukan praktik kartel fuel surchrage. Kesembilan maskapai itu adalah : PT Garuda Indonesia, PT Merpati Nusantara Airlines, PT Mandala Airlines, PT Sriwijaya Air, PT Travel Express Aviation Service, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, dan PT Kartika Airlines.
Definisi Fuel Surchage
Fuel Surchage merupakan komponen baru dalam tarif jasa penerbangan Indonesia, baik domestik maupun internasional yang terpisah dari komponen biaya yang telah ada selama ini (sumber: Position Paper KPPU Terhadap Fuel Surcharge Maskapai Penerbangan). Pemberlakuan fuel surcharge sebagai komponen tarif merupakan upaya maskapai penerbangan Indonesia seizin Pemerintah (Departemen Perhubungan) selaku regulator, dalam menghadapi kenaikan biaya akibat harga avtur yang meningkat drastis, seiring dengan peningkatan harga minyak dunia. Jadi fuel surcharge merupakan sebuah komponen tarif yang ditujukan untuk menutup biaya maskapai yang diakibatkan oleh kenaikan harga avtur semata, sehingga besaran fuel surchrage secara keseluruhan harus sama persis dengan selisih harga avtur yang harus dibayar maskapai akibat kenaikan harga avtur. Biaya fuel surchrage ini tidak boleh dijadikan komponen margin oleh maskapai penerbangan.
Penerapan fuel surhchage sendiri merupakan fenomena yang lumrah terjadi dalam industri penerbangan. Fuel surchrage juga terjadi pada industri penerbangan di negara-negara lain. Hal yang kemudian menjadi permasalahan dan dikatakan merugikan konsumen oleh KPPU adalah, ketika harga avtur turun fuel surchage yang dikenakan oleh maskapai penerbangan tidak ikut turun. Bahkan cenderung naik. Pada titik inilah pelanggaran dilakukan oleh masakapai karena dianggap mengambil margin dari biaya fuel surcharge yang dikenakan pada konsumen dan dijadikan sebagai pendapatan perusahaan.
Oleh karena itu KPPU mengeluarkan keputusaan mengenai dugaan pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 21 UU no 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, terhadap sembilan maskapai penerbangan nasional. Kerugian yang dialami konsumen sejak tahun 2006 sampai 2009 adalah sebesar Rp 5,08 – 13,8 triliun. Angka ini terdiri atas sanksi denda dan ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh konsumen. Denda dan sanksi yang dikenakan akan digunakan untuk biaya pemerliharaan dan pembangunan bandara.
Beberapa masakapai yang terkena sanksi merasa keberatan atas putusan KPPU, ditambah mengetahui akan besarnya jumlah denda dan sanksi yang ditetapkan. Beberapa diantaranya menyatakan usahanya akan gulung tikar kalau mereka diwajibkan membayar denda dan sanksi tersebut. Emirsyah sebagai ketua INACA (Indonesia National Air Carriers Association) yang sekaligus adalah Direktur Utama PT Garuda Indonesia menyatakan pihaknya akan berkonsultasi dengan kuasa hukumnya dan berencana mengajukan banding.
Dalam hal ini, Menteri Perhubungan Freddy Numberi pernah menyatakan bahwa pihaknya tidak akan ikut campur dalam persoalan ini (www.dephub.go.id). Padahal muncul permintaan dari pihak INACA agar pemerintah tidak menutup mata akan persoalan yang kini tengah terjadi dalam industri penerbangan Indonesia. Pemerintah diharapkan mampu menjembatani kedua belah pihak, antara KPPU dan INACA. Kementrian Perhubungan sendiri pun menyanggupi pihaknya akan bekerjasama jika dimintai data-data perihal kebijakan fuel surcharge yang sudah berlangsung selama 5 tahun ini (tahun 2006-2010). Namun agaknya pemerintah sangat berhati-hati dalam bertindak. Hal ini karena, tidak mungkin pemerintah selaku pihak yang berwenang tidak tahu menahu mengenai kebijakan fuel surchrage yang ditetapkan oleh ke-9 maskapai ini. Apalagi sudah berjalan selama lima tahun.
Walau bagaimana pun, pihak yang terkena kerugian besar sesungguhnya adalah konsumen pengguna angkutan udara. Seandainya tidak keluar keputusan oleh KPPU ini, maka (hampir seluruh) konsumen/masyarakat pengguna angkutan udara tidak menyadari bahwa harga tiket (harga avtur + fuel surcharge) pesawat yang mereka bayar diluar ketentuan dari pemerintah.
smoga Allah mengampuni negara ini dan mengampuni orang2 yang tidak yakin kepadaNya..
Btw, yg jadi polemik akhirnya adalah denda yang harus dibayar akibat pelanggaran mengambil margin dr fuel surcharge yg diambil slama 5 tahun belakangan ini kan?
wah… gimana ya enaknya. Jika mereka melanggar hukum, hukumannya bs langsung menghancurkan usaha mereka. Meskipun begitu mereka tetap melanggar hukum, brarti harus dihukum kan? Tp klo dihukum ntar maskapai penerbangan besar di indonesia pada gulung tikar…? Banyak rakyat yg kehilangan pekerjaan, transportasi terganggu, dll dll.. weleh2, dilematis euy ^ ^;